Kamis, 04 Oktober 2012

PENGARUH INSENTIF TERHADAP KINERJA KARYAWAN”


MAKALAH

EKONOMI SUMBERDAYA MANUSIA


“ PENGARUH INSENTIF TERHADAP KINERJA KARYAWAN”






















Oleh :


Romadani rajab

2008/02609





JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karuniaNya penulis telah dapat  menyelesaikan makalah ini yang berjudul “pengaruh insentif terhadap kinerja karyawan”.
            Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk melengkapi dan memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia pada Universitas Negeri Padang.
            Dengan melalui rintangan baik yang berasal dari luar maupun yang datang dari penulis sendiri, akhirnya berkat bimbingan dan dorongan berbagai pihak penulis dapat  menyelesaikan makalah ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari kesempurnaan, tetapi sebagai gambaran umum penulisan ini dapat  diterima sebagai pegangan sementara dan dengan hati yang terbuka penulis menerima segala saran dan kritikan yang sifatnya menyempurnakan paper ini.
            Penulis pada kesempatan ini mengucapkan terimakasih banyak kepada dosen ekonomi sumber daya manusia yang telah membimbing penulis hingga dapat  menyelesaikan makalah ini. Akhir kata, dengan harapan semoga penulisan ini dapat  menjadi sumbangan dan penambahan wawasan pada pihak yang membutuhkan. Semoga hasil usaha ini mendapat ridho dari Allah SWT. Amin…..

Padang,   Desember 2011
 Penulis


 
Romadani Rajab
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang............................................................................................1
  2. Batasan Masalah..........................................................................................2
  3. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II.KAJIAN TEORI
1.Insentif……………………………………………………………………...3
2.Kinerja Karyawan…………………………………………………………..7
BAB III.PEMBAHASAN
Pengaruh Insentif Terhadap Kinerja Karyawan…………………………….10
BAB III.PENUTUP
  1. Kesimpulan..............................................................................................13
  2. Saran   .....................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA











BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini dan dalam kondisi masyarakat sekarang, seringkali ditemukan beberapa masalah yang menyebabkan banyak perusahaan mengalami kegagalan, baik yang disebabkan oleh ketidakmampuan beradaptasi dengan kemajuan teknologi maupun yang disebabkan oleh kurang baiknya hasil kerja dari sumber daya manusia yang ada pada perusahaan tersebut, padahal harus diakui manusia adalah faktor penting yang turut menentukan keberhasilan suatu perusahaan. Oleh karena itu, keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia yaitu orang-orang yang menyediakan tenaga, bakat kreativitas dan semangat bagi perusahaan serta memegang peranan penting dalam fungsi operasional perusahaan.
Perusahaan tidak mungkin terlepas dari tenaga kerja manusia, walaupun aktivitas perusahaan itu telah mempunyai modal yang cukup besar dan teknologi modern, sebab bagaimanapun majunya teknologi tanpa ditunjang oleh manusia sebagai sumber dayanya maka tujuan perusahaan tidak akan tercapai, dengan demikian maka sumber daya manusia sangat penting untuk diberikan arahan dan bimbingan dari manajemen perusahaan pada umumnya dan manajemen sumber daya manusia pada khususnya.
Untuk dapat mengikuti segala perkembangan yang ada dan tercapainya tujuan suatu perusahaan maka perlu adanya suatu motivasi agar pegawai mampu bekerja dengan baik, dan salah satu motivasi itu adalah dengan memenuhi keinginan-keinginan pegawai antara lain: gaji atau upah yang baik, pekerjaan yang aman, suasana kerja yang kondusif, penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan, pimpinan yang adil dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, organisasi atau tempat kerja yang dihargai masyarakat atau dengan mengupayakan insentif yang besarannya proporsional dan juga bersifat progresif yang artinya sesuai dengan jenjang karir, karena insentif sangat diperlukan untuk memacu kinerja para karyawan agar selalu berada pada tingkat tertinggi (optimal) sesuai kemampuan masing-masing.
Dengan menurunnya produktivitas dan semangat kerja karyawan maka insentif perlu ditingkatkan untuk menunjang kinerja karyawan dalam meningkatkan hasil produksi.
2.      Perumusan masalah.
Berdassarkan latar belakang masalah di atas dapat di rumuskan masalah yaitu bagaimana pengaruh intensif terhadap kinerja karyawan.
3.      Batasan Masalah
Penulis memberi  batasan makalah ini diantaranya tentang pengertian insentif, pengertian kinerja, hubungan insentfif dengan kinerja karyawan dan  pengaruh isentif terhadap kinerja karyawan.
4.      Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari makalah ini penulis buat yaitu mengetahui sejauh mana hubungan insentif dengan kinerja karyawan dan pengaruh isentif terhadap kinerja karyawan.





BAB II
KAJIAN TEORI
1.      Insentif
            Menurut Malayu S.P Hasibuan (2001: 117), mengemukakan bahwa: “Insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini merupakan alat yang dipergunakan pendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi”.
Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para pegawai untuk bekerja dengan kemampuan yang optimal, yang dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra di luar gaji atau upah yang telah ditentukan. Pemberian insentif dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan para pegawai dan keluarga mereka. Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana-rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan berbagai standar kinerja pegawai atau profitabilitas organisasi.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2002: 89), mengemukakan bahwa:  “Insentif adalah suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang atas dasar kinerja yang tinggi dan juga merupakan rasa pengakuan dari pihak organisasi terhadap kinerja karyawan dan kontribusi terhadap organisasi (perusahaan).”
2.      Kinerja Karyawan
Kata “kinerja” belakangan ini menjadi topik yang hangat di kalangan pengusaha dan kalangan administrator. Kinerja seakan menjadi sosok yang bernilai dan telah dijadikan tujuan pokok pada organisasi/badan usaha, selain profit. Karena dengan laba saja tidak cukup apabila tidak dibarengi dengan efektivitas dan efisiensi.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001: 67) kinerja itu dapat didefinisikan sebagai: “Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”
Sedangkan menurut August W. Smith yang dikutip dalam buku Sedarmayanti (2001: 50) mengemukakan: Performance atau kinerja adalah output drive from processes, human or otherwise, jadi dikatakannya bahwa kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses.













BAB III
PEMBAHASAN
Pengaruh Insentif Terhadap Kinerja Karyawan
Insentif dengan kinerja  karyawan saling berhubungan. Insentif merupakan suatu dorongan pada seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar lebih cepat mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi sehingga dapat membangkitkan gairah kerja dan motivasi seorang karyawan. jadi seseorang mau bekerja dengan baik apabila dalam dirinya terdapat motivasi, yang menjadi masalah adalah bagaimana pula menciptakan gairah kerja dan motivasinya, sebab walaupun motivasi sudah terbentuk apabila tidak disertai dengan gairah kerjanya maka tetap saja pegawai tersebut tidak akan bisa bekerja sesuai yang diharapkan.
Sedangkan kinerja karyawan mempunyai hubungan erat dengan masalah produktivitas karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu perusahaan/instansi. Sehubungan dengan hal tersebut maka upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja di suatu organisasi merupakan hal yang sangat penting. Dalam memotivasi dan mendorong peningkatan kinerja karyawan maka suatu perusahaan memberlakukan sebuah sistem insentif individu untuk setiap pencapaian produksi. Meskipun bagian persentase insentif individu ini tetap, namun besarnya nilai nominal yang diterima karyawan bisa berbeda antar karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya, bergantung pada pencapaian jumlah produksi per bulannya. Oleh karena itu, perlu diketahui penilaian karyawan terhadap pemberian insentif individu yang diterapkan oleh perusahaan. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa insentif individu dipandang dari sisi karyawan adalah tinggi.
Dengan tingginya insentif individu ini, maka persepsi karyawan terhadap pemberian insentif individu dari perusahaan adalah cukup baik. Dan jika dilihat dari sudut pandang perusahaan, tingginya insentif individu ini akan mempengaruhi pemikiran perusahaan, bahwa penggunaan insentif individu berupa piece rate incentive pada divisi produksi adalah tepat untuk digunakan. Sedangkan penilaian kinerja jika dilihat dari sudut pandang perusahaan adalah tinggi, dan dengan tingginya kinerja karyawan, maka perusahaan akan mampu untuk meningkatkan outputnya. Berdasarkan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa insentif individu mempengaruhi tingkat kinerja karyawan dalam perusahaan pada divisi produksi.
Sistem insentif dengan cara ini langsung mengkaitkan besarnya insentif dengan kinerja yang telah ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Berarti besarnya insentif tergantung pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja pegawai. Cara ini dapat diterapkan apabila hasil kerja diukur secara kuantitatif, memang dapat dikatakan bahwa dengan cara ini dapat mendorong pegawai yang kurang produktif menjadi lebih produktif dalam bekerjanya. Di samping itu juga sangat menguntungkan bagi pegawai yang dapat bekerja cepat dan berkemampuan tinggi. Sebaliknya sangat tidak favourable bagi pegawai yang bekerja lamban atau pegawai yang sudah berusia agak lanjut.
 Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya pegawai melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per hari, per minggu ataupun per bulan. Umumnya cara yang diterapkan apabila ada kesulitan dalam menerapkan cara pemberian insentif berdasarkan kinerja. Memang ada kelemahan dan kelebihan dengan cara ini, antara lain sebagai berikut:
a).  Kelemahan
Terlihatnya adanya kelemahan cara ini sebagai berikut:
1.       Mengakibatkan mengendornya semangat kerja pegawai yang sesungguhnya mampu berproduksi lebih dari rata-rata.
2.       Tidak membedakan usia, pengalaman dan kemampuan pegawai.
3.       Membutuhkan pengawasan yang ketat agar pegawai sungguh-sungguh bekerja.
4.       Kurang mengakui adanya kinerja pegawai.
b). Kelebihan
Di samping kelemahan tersebut di atas, dapat dikemukakan kelebihan-kelebihan cara ini sebagai berikut:
1.       Dapat mencegah hal-hal yang tidak atau kurang diinginkan seperti: pilih kasih, diskriminasi maupun kompetisi yang kurang sehat.
2.       Menjamin kepastian penerimaan insentif secara periodic
3.      Tidak memandang rendah pegawai yang cukup lanjut usia.
Insentif pada pegawai didasarkan pada tingkat urgensi kebutuhan hidup yang layak dari pegawai. Ini berarti insentif yang diberikan adalah wajar apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok, tidak berlebihan namun tidak berkekurangan. Hal seperti ini memungkinkan pegawai untuk dapat bertahan dalam perusahaan/instansi.
BAB IV
PENUTUP

1.      Keimpulan
            Adapun pengaruh insentif terhadap kineja karyawan antaa lain, Insentif dengan kinerja  karyawan saling berhubungan.Insentif merupakan suatu dorongan pada seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar lebih cepat mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi sehingga dapat membangkitkan gairah kerja dan motivasi seorang karyawan.
            Kinerja karyawan mempunyai hubungan erat dengan masalah produktivitas karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu perusahaan/instansi.
2. Saran
            Mengingat insentif  sebagai sarana motivasi yang mendorong para pegawai untuk bekerja dengan kemampuan yang optimal. Maka para karyawan harus memiliki kinerja yang baik bagi perusahaannya.  






DAFTAR PUSTAKA
Ballante,Don and Mark Jackson.1990.Ekonomi Ketenaga Kerjaan,Terjemahan.Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI,Jakarta.
http:// wwww.google.com/pengaruh insentif pada kinerja karyawan.Diambil pada tanggal 2 Desember 2011
http:/www.kinerja.com.Diambil pada 3 Desember 2011










TEORI PEMIKIRAN EKONOMI PEMBANGUNAN


ARTIKEL
SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI

TEORI PEMIKIRAN EKONOMI PEMBANGUNAN


UNP


Disusun Oleh:

ROMADANI RAJAB
2008 / 02609


JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011

PEMBAHASAN
TEORI PEMIKIRAN EKONOMI PEMBANGUNAN
Membangun masyarakat yang adil dan makmur suatu cita-cita yang luhur, tetapi juga suatu tantangan yang berat. Memang. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang besar dan sumber alam yang memadai, tetapi itu saja belum cukup. Untuk membangun bangsa dan negara yang sebesar ini perlu tindakan yang terarah dan terencana. Maka. kita harus berpikir: Bagaimana cara atau strategi membangun? Apa yang perlu dibangun? Mana yang hams didahulukan? Hambatan apa yang perlu diatasi? Dari manakah kita mencari dana yang diperlukan.
Perkembangan Pemikiran Ekonomi Pembangunan
Dalam hal pemikiran tentang pembangunan ekonomi telah terjadi suatu perkembangan yang pastas kita perhatikan. Sejak Adam Smith menulis bukunya yang terkenal: An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776) para ahli ekonomi tidak banyak mempersoalkan masalah pembangunan ekonomi. Kemajuan atau pertumbuhan ekonomi dianggap sudah semestinya terjadi. Masalah pembangunan ekonomi baru aktual lagi sesudah Perang Dunia II, ketika banyak negara bekas jajahan mencapai kemerdekaannya dan bertekad untuk segera mengejar keterbelakangannya dan mengatasi masalah kemiskinan, ketergantungan, dan ketertinggalannya.
Sayang dalam ilmu ekonomi yang berlaku pada waktu itu belum banyak terdapat petunjuk atau teori tentang bagaimana caranya membangun suatu negara yang belum Rostov (The Stages of Economic Growth, 1959). Menurut teori ini, dalam proses menjadi negara maju setiap masyarakat harus melalui lima tahap perkembangan, yaitu: dari masyarakat “statis tradisional” — melalui tahap “prasyarat” — baru bisa “lepas landas” (take off) — untuk selanjutnya berkembang atas kekuatan sendiri — sampai akhirnya mencapai tahap “masyarakat adil makmur”.
Prasyarat-prasyarat yang perlu diusahakan atau dilengkapi sebelurn suatu negara dapat “lepas landas”, antara lain:
a.       Perubahan ekonomi.
kenaikan produktivitas di sektor pertanian dan perkembangan di sektor pertambangan, dengan modernisasi dan penerapan teknologi maju. kenaikan dayabeli masyarakat sehingga mampu membeli hasil-hasil industri (lugs pasar).perluasan prasarana produksi dan sosial di luar sektor industri, seperti perhubungan, perbankan, pendidikan, dan kesehatan.
b.      Perubahan sikap mental masyarakat.
Sikap yang dihutuhkan untuk pembangunan, antara lain. herorientasi pada masa depan; kemampuan untuk bekerja sama secara disiplin dan bertanggung jawab; bersikap rasional: efisiensi, menghargai waktu dan kekayaan inateriil.
c.       Peningkatan kemampuan warga masyarakat untuk menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi.
d.      Kepemimpinan nasional yang berorientasi pada pembangunan.
e.       Munculnya usahawan-usahawan sejati, hukan yang karbitan.
f.       Keseimbangan Neraca Pembayaran perlu dijaga untuk memperkecil ketergantungan dari modal luar negeri.
Meskipun penahapan Rostow ini banyak dikritik oleh para ahli ekonomi dan sejarah, namun sebagai pola pembangunan ekonomi nasional mengandung beberapa pengertian yang penting, antara lain bahwa pembangunan harus diartikan sebagai suatu usaha terencana di berbagai sektor secara simultan dan terpadu untuk mempersiapkan tahap “lepas landas”, dengan menciptakan pranata dan lembaga sosial sebagai prasyarat yang mendorong perubahan sosial dan budaya.
Teori Perubahan Struktural
Teori yang lebih langsung menanggapi masalah span style=”text-decoration: underline;”>pembangunan ekonomi negara-negara berkembang berpangkal dari pengertian perubahan struktural. Teori perubahan struktural memusatkan perhatiannya pada mekanisme atau cara bagaimana negara “terbelakang” dapat mentransformasikan struktur perekonomiannya dari pertanian tradisional untuk mencukupi kebutuhan sendiri menjadi perekonomian yang lebih modern. Tokoh teori ini adalah W.Arthur Lewis (model dua sektor) yang dikeinbangkan lebih lanjut oleh John Fei dan Gustav Ranis.
Model W. Arthur Lewis
Dalam model Lewis perekonomian yang terbelakang terdiri dari dua sektor. yaitu sektor tradisional di pedesaan dan sektor industri modern perkotaan yang lebih produktif dan dapat sedikit demi sedikit menampung kelebihan tenaga kerja dari sektor pertanian.
Perhatian utama model ini adalah pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja dari desa ke kota serta pertumbuhan produksi dan kesempatan kerja di sektor modern. Perkembangan sektor modem ditentukan oleh tingkat investasi di hidang industri, sedangkan tingkat upah di perkotaan cukup lebih tinggi untuk menarik tenaga kerja dan desa ke kota tetapi tidak naik dengan terlalu cepat. Yang disyaratkan agar proses ini berjalan dengan balk ialah hahwa keuntungan yang diperoleh di sektor modern ditanam kembali dalam sektor modern (dan tidak dilarikan ke bank di luar negeri), dan dieunakan untuk perluasan usaha (hukan untuk membeli barang modal yang lebih canggih yang justru menghemat tenaga kerja). Juga diandaikan bahwa tenaga kerja yang tidak terampil yang mengalir dari desa ke kota semuanya bisa ditampung di sektor modern. Jelaslah kiranya bahwa syarat-syarat dan anggapan-anggapan ini kenyataannya sulit terpenuhi.
Perubahan Struktural dan Pola Pertumbuhan
Sementara itu, pars ahli ekonometri berhasil mengembangkan metode-metode penelitian empiris dengan indikator-indikator yang secara kuantitati dapat menelusuri proses perubahan struktural yang telah terjadi di berbagai negara berkembang. Atas dasar penetitian yang luas dalam sejumlah besar negara berkembang dalam kurun waktu 195°— 1973. Chenery dan Syrquin (1975) merumuskan sejumlah ciri-ciri yang bersama-sama menunjukkan pola dasar proses perkembangan ekonomi (Patterns of Development), meskipun ada perbedaan-perbedaan antara negara yang satu dengan yang lain karena perbedaan situasi, sumber daya, kebijakan pemerintah, dan sebagainya. Pola perubahan yang terjadi bila pendapatan per kapita suatu negara berkembang mulai naik, antara lain:
a)      Transformasi struktur produksi: terjadi pergeseran dari produksi harang pertanian ke produksi barang industri: peranan industri (sebagai % GNP) meningkat dan peranan pertanian menurun.
b)      Tingkat tabungan dan akumulasi modal, balk modal fisik maupun modal manusia (pendidikan) semakin meningkat.
c)      Terjadi perubahan dalam komposisi permintaan dalam negeri.
pengeluaran rnasyarakat untuk pangan relatif menunin. pengeluaran untuk konsumsi bukan pangan naik, pengeluaran untuk imestasi dan untuk sektor pemerintah meningkat. Biasanya balk impor maupun ekspor naik dan komposisi ekspor berubah dari bahan-hahan mentah menjadi lebih banyak barang industri.
d)      Penggunaan faktor produksi terjadi pergeseran tenaga kerja dart sektor pertanian ke sektor industri dan jasa, sedangkan produktivitas di sektor pertanian juga meningkat.
e)      Perubahan sosial: terjadinya urbanisasi, tingkat kelahiran dan tingkat kematian menurun, sekaligus distribusi pendapatan makin timpang (perbedaan kaya-miskin semakin menyolok).
Dalam model ini selain peranan tabungan dan investasi ditunjuk pula adanya setumpuk faktor lain yang (harus) ikut berubah agar perekonomian dapat berkembang dari sistem ekonomi tradisional menjadi sistem modern. Chenery juga menunjuk pada kendala-kendala dari dalam negeri seperti keterbatasan sumber daya, jumlah dan pertainbahan penduduk, rintangan kelembagaan, kebijakan dan cara kerja pemerintah. Juga kendala yang berasal dari dunia internasional seperti kesulitan (atau kemudahan) mendapatkan modal dari luar negeri, peralihan teknologi (canggih tapi padat modal padahal yang dibutuhkan teknologi madya yang padat karya), dan sebagainya

PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN BERLANDASKAN AGRISBISNIS


ARTIKEL
PEREKONOMIAN INDONESIA

PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN BERLANDASKAN AGRISBISNIS


UNP


Disusun Oleh:

ROMADANI RAJAB
2008 / 02609


JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
PEMBAHASAN

Pembangunan Ekonomi Pedesaan Berlandaskan Agribisnis
Operasionalisasi paradigma pembangunan ekonomi pedesaan berlandaskan agribisnis (PEPEBA) dipergunakan dalam membangun desa mandiri pangan. Paket kebijakan komprehensif dan terpadu ini meliputi 7 program utama, antara lain pembangunan kelembagaan petani, pengembangan sistem inovasi pertanian, pengembangan kelembagaan petani, optimasi sumber daya berkelanjutan, konsolidasi vertikal agribisnis, pemacuan investasi, dan kebijakan insentif.
Ketujuh program utama tersebut merupakan satu kesatuan yang sating komplernenter dan sinergis. Dengan bidang cakupan yang demikian luas. jelas kiranya hahwa penanggung pelaksanaan program-program tersebut berada dalam departemen dan dinas pemerintahan yang berbeda. Oleh karena itu, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi merupakan kunci utama untuk keberhasilan operasionalisasi paket program tersebut. Di tingkat nasional, peranan kantor menteri koordinasi bidang ekonomi (Menko Ekuin) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merupakan kunci bagi kelayakan operasional paradigma pembangunan ini. Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, institusi kunci adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Pembangunan infrastruktur membutuhkan anggaran pembangunan yang sangat besar sehingga harus mendapatkan dukungan politik dad DPR dan DPRD. Oleh karena itu, paradigma PEPEBA hanya dapat dilaksanakan apabila telah ada konsensus nasional.


Pembangunan Infrastruktur Ekonomi Pedesaan
Adanya infrastruktur ekonomi yang memadai merupakan prakondisi bagi tumbuh kembangnya kegiatan agribisnis dan perekonomian secara umum di pedesaan. infrastruktur esensial bagi agribisnis dan perekonomian pedesaan secara umum mencakup sistem pengairan, pasar komoditas pertanian, jalan raya, kelistrikan, dan jaringan telekomunikasi. Infrastruktur tersebut merupakan barang publik (public good) atau semi publik (semi public good) sehingga pembangunannya harus diselenggarakan oleh pemerintah atau oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat (swasta). Pembangunan infrastruktur merupakan tanggung jawab pemerintah yang paling strategis dalam operasionalisasi paradigma PEPEBA, dalam membangun desa mandiri pangan.
Meskipun dalam volume, kualitas, dan waktu yang berbeda, namun setiap tanaman dan hewan mutlak membutuhkan air. Agroindustri juga membutuhkan air yang cukup. Bagi usaha pertanian, sistem irigasi berguna untuk meningkatkan produktivitas lahan, meningkatkan intensitas tanam, dan meningkatkan potensi diversifikasi penggunaan lahan. Usaha petemakan membutuhkan air bersih dan sistem pengairan yang mengalir. Usaha perikanan membutuhkan air yang subur dan mengalir. Agroindustri membutuhkan air bersih dan sistem pengairan limbah. Secara umum, sistem pengairan merupakan syarat esensial bagi pembangunan agribisnis di pedesaan.
Sumber air (misalnya, sungai dan danau) merupakan milik bersama masyarakat (common property). Pembangunan jaringan irigasi skala besar membutuhkan dana investasi yang sangat besar. Oleh karena itu, pembangunan sistem pengairan haruslah diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat lokal secara bersama-sama. Mengingat adanya keterbatasan anggaran pembangunan pemerintah maka alternatif lain yang dapat ditempuh ialah mendorong petani dan pengusaha membangun sumber pengairan sendiri, seperti pompa air tanah atau jaringan irigasi sederhana swakelola.
Pasar lokal komoditas pertanian juga sangat esensial bagi tumbuh kembangnya agribisnis pedesaan. Pembangunan pasar lokal sangat diperlukan untuk menjamin bahan pokok yang dihasilkan petani dapat terjual dengan harga wajar. Pembangunan pasar lokal berfungsi menciptakan pasar komoditas pertanian yang efisien. Pasar lokal juga merupakan barang publik yang harus dibangun dan dikelola pemerintah. Jalan raya diperlukan untuk membuka perekonomian desa sehingga tercipta perdagangan dengan perekonomian di luar desa. Sistem jalan yang efisien sangat diperlukan untuk meminimuinkan biaya pemasaran. Sistem jalan raya yang efisien mutlak diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan agribisnis. Jalan raya merupakan barang publik yang harus dibangun dan dikelola juga oleh pemerintah.
Kelistrikan merupakan sumber tenaga dan penerangan yang sangat esensial untuk agroindustri, serta berbagai alat dan mesin pertanian. Pembangunan kelistrikan pedesaan sangat diperlukan untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan agribisnis perekonomian desa secara umum dan kenyamanan hidup penduduk pedesaan.
Kelistrikan pedesaan dapat dibangun oleh pemerintah dan perusahaan swasta, namun mengingat peran strategisnya, inisiatif dan tanggung jawab utama pembangunan kelistrikan pedesaan harus tetap ada di tangan pemerintah. Usaha kelistrikan swasta pedesaan perlu didorong dalam rangka mempercepat perluasan penyebaran kelistrikan di pedesaan. Jaringan telekomunikasi diperlukan untuk memperlancar lalu-lintas informasi antara desa dan luar desa. Jaringan telekomunikasi bermanfaat untuk mengurangi distorsi informasi pasar.

Pengembangan Kelembagaan Petani
Usaha tani Indonesia didominasi oleh usaha tani keluarga skala kecil yang sangat lemah dalam berbagai bidang, seperti keterbatasan aset produktif, modal kerja, daya tawar-menawar transaksi, dan kekuatan politik-ekonomi sehingga tidak dapat berkembang mandiri secara dinamis. Petani sangat tergantung pada banyak pihak, pada bantuan subsidi, dukungan harga, serta perlindungan dad pemerintah yang biasanya tidak efisien dan tidak sesuai pula dengan prinsip persaingan bebas yang menjadi dasar kesepakatan WTO sehingga tidak akan dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Petani sangat tergantung kepada orang kaya atau pedagang untuk memperoleh aset produktif (lahan dan peralatan), modal kerja dan perolehan sarana produksi, serta penjualan hasil yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Oleh karena itu, memberdayakan petani sehingga dapat tumbuh kembang secara mandiri merupakan langkah kunci untuk mewujudkan strategi pembangunan perekonomian desa berbasis agribisnis. Salah satu cara yang tepat untuk itu ialah menggalang perkataan di antara petani melalui. pembentukan organisasi petani lokal.
1)      Organisasi petani yang perlu dikembangkan meliputi: Organisasi untuk mengatur sumber daya bersama, seperti organisasi petani pengguna air, pemanfaatan hutan dan lahan adat, dan sebagainya.
2)      Organisasi bisnis kooperatif yang dapat berupa kegiatan kolektif (pembelian sarana produksi kolektif, pengadaan modal kolektif, dan pemasaran kolektif), usaha bersama (kongsi), dan koperasi.
3)      Organisasi lobi politik-ekonomi dengan membentuk paguyuban petani

Rabu, 03 Oktober 2012

perbedaan pdrbb harga berlaku dengan harga konstan


PDRB adalah singkatan dari Produk Domestik Regional Bruto. teorinya sih keseluruhan dari nilai tambah dari sektor-sektor ekonomi yang ada di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. beranjak dari pengalamanku yang mencari teori PDRB di internet via google ga ketemu, jadi aku mau post teori ringkasnya di blog aku. bukan aku yang bikin tapi dikutip dari sumber yang terpercaya. siapa tau aja bermanfaat buat seseorang entah siapa, dimana dan entah kapan.
Selamat membaca, semoga yang bingung ga’ semakin bingung.

1.1. Konsep dan Defenisi

1.1.1. PDRB
PDRB merupakan penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu (provinsi dan kabupaten /kota), dan dalam satu kurun waktu tertentu (satu tahun kelender). Kegiatan ekonomi yang dimaksud kegiatan pertanian, pertambangan, industri pengolahan, sampai dengan jasa.
Dalam penghitungannya, untuk menghindari hitung ganda, nilai output bersih diberi nama secara spesifik, yaitu nilai tambah (value added). Demikian juga, harga yang digunakan dalam perhitungan ini adalah harga produsen. Penilaian pada harga konsumen akan menghilangkan PDRB subsektor perdagangan dan sebagian subsektor pengangkutan.
1.1.1. Output
Dalam suatu proses produksi selama satu tahun, seluruh nilai harga produsen barang/jasa yang diproduksi dinamakan output. Secara teknis penghitungan ini adalah jumlah produksi dikalikan dengan harga atau tarip jual dari produsen barang atau jasa tersebut.
1.1.2. Input Antara
Input antara merupakan nilai seluruh barang jasa yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa tersebut. Input antara juga diartikan sebagai biaya antara atau biaya produksi.
1.1.3. Nilai Tambah
Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan dalam proses produksi, dan besarnya sama dengan selisih output dengan input antara. Sebagai contoh seorang tukang mebel selama ia membuat satu set mebel, orang tersebut memerlukan bahan-bahan yang terdiri dari papan, paku, cat, busa dan lain-lain. Perubahan semua nilai bahan diatas menjadi nilai mebel adalah suatu pertambahan nilai.
1.2. Metode Penghitungan
Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung PDRB, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung.
1.2.1. Metode Langsung
Penghitungan didasarkan sepenuhnya pada data daerah, hasil penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Pemakaian metode ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan.
1.2.1.1. Pendekatan Produksi
PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di suatu wilayah/region dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB adalah Nilai Produksi Bruto (NPB/Output) dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi.
1.2.1.2.Pendekatan Pendapatan
PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah/region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tak langsung neto.
1.2.1.2. Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran konsumsi rumahtangga dan lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori dan ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor), di dalam suatu wilayah/region dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.
1.2.2. Metode Tidak Langsung/Alokasi
Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut.
Pemakaian masing-masing metode pendekatan sangat tergantung pada data yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain, karena metode langsung akan mendorong peningkatan kualitas data daerah, sedangkan metode tidak langsung akan merupakan koreksi dalam pembanding bagi data daerah.
1.3. Klasifikasi Lapangan Usaha
Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan/agregasi dari seluruh NTB yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan usaha dikelompokkan menjadi sembilan sektor ekonomi. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) ditingkat nasional. Pembagian ini sesuai dengan System of National Accounts (SNA). Hal ini juga memudahkan para analis untuk membandingkan PDRB antar provinsi dan antara PDRB dengan PDB.
Dengan demikian dalam penyajian buku ini kegiatan ekonomi/lapangan usaha dirinci menjadi: 1). Pertanian, 2). Pertambangan dan Penggalian, 3). Industri Pengolahan, 4). Listrik, Gas dan Air Minum, 5). Konstruksi, 6). Perdagangan, Restoran dan Hotel, 7). Pengangkutan dan Komunikasi, 8). Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 9). Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan
1.4. Penghitungan Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan
Hasil penghitungan PDRB disajikan atas harga berlaku dan harga konstan.
1.4.1. Penghitungan Atas Dasar Harga Berlaku
PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh NTB atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan.
NTB atas dasar harga berlaku yang didapat dari pengurangan NPB/Output dengan biaya antara masing-masing dinilai atas dasar harga berlaku. NTB menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi yang dihasilkan dan tingkat perubahan harga dari masing-masing kegiatan, subsektor, dan sektor. Mengingat sifat barang dan jasa yang dihasilkan oleh setiap sektor, maka penilaian NPB/Output dilakukan sebagai berikut :
1. Untuk sektor primer yang produksinya bisa diperoleh secara langsung dari alam seperti pertanian, pertambangan dan penggalian, pertama kali dicari kuantum produksi dengan satuan standar yang biasa digunakan. Setelah itu ditentukan kualitas dari jenis barang yang dihasilkan. Satuan dan kualitas yang dipergunakan tidak selalu sama antara satu kabupaten/ kota dengan kabupaten/kota lainnya. Selain itu diperlukan juga data harga per unit/satuan dari barang yang dihasilkan. Harga yang dipergunakan adalah harga produsen, yaitu harga yang diterima oleh produsen atau harga yang terjadi pada transaksi pertama antara produsen dengan pembeli/konsumen. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antara kuantum produksi dengan harga masing-masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain menghitung nilai produksi utama, dihitung pula nilai produksi ikutan yang dihasilkan dengan anggapan mempunyai nilai ekonomi. Produksi ikutan yang dimaksudkan adalah produksi ikutan yang benar-benar dihasilkan sehubungan dengan proses produksi utamanya.
2. Untuk sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air minum, dan sektor konstruksi, penghitungannya sama dengan sektor primer. Data yang diperlukan adalah kuantum produksi yang dihasilkan serta harga produsen masing-masing kegiatan, subsektor dan sektor yang bersangkutan. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antara kuantum produksi dengan harga masing-masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain itu dihitung juga produksi jasa yang digunakan sebagai pelengkap dan tergabung menjadi satu kesatuan usaha dengan produksi utamanya.
3. Untuk sektor-sektor yang secara umum produksinya berupa jasa seperti sektor perdagangan,restoran dan hotel; pengangkutan dan komunikasi; bank dan lembaga keuangan lainnya; sewa rumah dan jasa perusahaan; serta pemerintah dan jasa -jasa, untuk penghitungan kuantum produksinya dilakukan dengan mencari indikator produksi yang sesuai dengan masing-masing kegiatan, subsektor, dan sektor. Pemilihan indikator produksi didasarkan pada karakteristik jasa yang dihasilkan serta disesuaikan dengan data penunjang lainnya yang tersedia. Selain itu diperlukan juga indikator harga dari masing-masing kegiatan, subsektor dan sektor yang bersangkutan. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antar indikator harga masing-masing komoditi/jasa pada tahun yang bersangkutan.
1.4.2. Penghitungan Atas Dasar Harga Konstan
Penghitungan atas dasar harga konstan pengertiannya sama dengan atas dasar harga berlaku, tetapi penilaiannya dilakukan dengan harga suatu tahun dasar tertentu. NTB atas dasar harga konstan menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi saja. Pengaruh perubahan harga telah dihilangkan dengan cara menilai dengan harga suatu tahun dasar tertentu. Penghitungan atas dasar konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara kesuluruhan atau sektoral. Juga untuk melihat perubahan struktur perekonomian suatu daerah dari tahun ke tahun.
Pada dasarnya dikenal empat cara penghitungan nilai tambah atas dasar harga konstan. Masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut :
1.4.2.1. Revaluasi
Dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar. Hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan. Selanjutnya nilai tambah atas dasar harga konstan, diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara atas dasar harga konstan.
Dalam praktek, sangat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen input yang sangat banyak disamping itu data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut. Oleh karena itu biaya antara atas dasar harga konstan biasanya diperoleh dari perkalian antara output atas dasar harga konstan masing-masing tahun dengan ratio tetap biaya antara terhadap output pada tahun dasar.
1.4.2.2. Ekstrapolasi
Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan subsektor, dan sektor yang dihitung.
Ekstrapolasi juga dapat dilakukan terhadap output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan.
1.4.2.3. Deflasi
Nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga konsumen (IHK), indeks harga perdagangan besar (IHPB) dan sebagainya, tergantung mana yang lebih cocok.
Indeks harga di atas dapat pula dipakai sebagai inflator, dalam keadaan dimana nilai tambah atas harga berlaku justru diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks harga tersebut.
1.4.2.4. Deflasi Berganda
Dalam deflasi berganda yang dideflasi adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk perhitungan output atas dasar harga konstan adalah IHK atau IHPB sesuai cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar.
Dalam kenyataannya sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara, disamping karena komponennya terlalu banyak juga karena indeks harganya belum tersedia secara baik. Oleh karena itu dalam penghitungan harga konstan deflasi berganda belum banyak dipakai.
1.5. Kegunaan Statistik Pendapatan Regional
Dari data PDRB, dapat juga diturunkan beberapa indikator ekonomi penting lainnya, seperti :
1. Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Harga Pasar , yaitu PDRB dikurangi dengan seluruh penyusutan atas barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi selama setahun.
2. Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Biaya Faktor Produksi, yaitu produk domestik regional neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung neto. Pajak tidak langsung neto merupakan pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dikurangi dengan subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Baik pajak tidak langsung maupun subsidi, kedua-duanya dikenakan terhadap barang dan jasa yang diproduksi atau dijual. Pajak tidak langsung bersifat menaikkan harga jual sedangkan subsidi sebaliknya. Selanjutnya, produk regional neto atas dasar biaya faktor produksi disebut sebagai Pendapatan Regional.
3. Angka-angka per kapita, yaitu ukuran-ukuran indikator ekonomi sebagaimana diuraikan diatas dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
Data pendapatan regional adalah salah satu indikator makro yang dapat menunjukkan kondisi perekonomian regional setiap tahun. Manfaat yang dapat diperoleh dari data ini antara lain adalah :
1. PDRB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah regional. Nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya.
2. Pendapatan regional harga berlaku menunjukkan pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk suatu wilayah.
3. PDRB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun.
4. Distribusi PDRB harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu wilayah. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu wilayah.
5. PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB dan Pendapatan Regional per kepala atau per satu orang penduduk.
6. PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu wilayah.